Ibnu Abas r.a.
berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Ada sepuluh golongan dari
umatku yang tidak akan masuk surga, kecuali bagi yang bertobat.
Mereka itu
adalah al-qalla’, al-jayyuf, al-qattat, ad-daibub, ad-dayyus, shahibul
arthabah, shahibul qubah, al-’utul, az-zanim, dan al-’aq li walidaih.
Selanjutnya
Rasulullah saw. ditanya, “Ya Rasulullah, siapakah al-qalla’ itu?”
Beliau menjawab, “Orang yang suka mondar-mandir kepada penguasa untuk
memberikan laporan batil dan palsu.”
Rasulullah saw.
ditanya, “Siapakah al-jayyuf itu?” Beliau menjawab, “Orang
yang suka menggali kuburan untuk mencuri kain kafan dan sebagainya.”
Beliau ditanya
lagi, “Siapakah al-qattat itu?” Beliau menjawab, “Orang yang
suka mengadu domba.”
Beliau ditanya,
“Siapakah ad-daibub itu?” Beliau menjawab, “Germo.”
Rasulullah saw.
ditanya, “Siapakah ad-dayyus itu?” Beliau menjawab, “Dayyus adalah
laki-laki yang tidak punya rasa cemburu terhadap istrinya, anak perempuannya,
dan saudara perempuannya.”
Rasulullah saw.
ditanya lagi, “Siapakah shahibul arthabah itu?” Beliau
menjawab, “Penabuh gendang besar.”
Rasulullah saw.
ditanya, “Siapakah shahibul qubah itu?” Beliau menjawab,
“Penabuh gendang kecil.”
Rasulullah saw.
ditanya, “Siapakah al-’utul itu?” Beliau menjawab, “Orang yang
tidak mau memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf atas dosa yang
dilakukannya, dan tidak mau menerima alasan orang lain.”
Rasulullah saw.
ditanya, “Siapakah az-zanim itu?” Beliau menjawab, “Orang yang
dilahirkan dari hasil perzinaan yang suka duduk-duduk di tepi jalan guna
menggunjing orang lain. Adapun al-’aq, kalian sudah tahu semua maksudnya (yakni
orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya).”
Mu’adz bertanya
kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, bagaimana pandangan engkau tentang
ayat ini: yauma yunfakhu fiish-shuuri fata’tuuna afwaajaa, yaitu
hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kalian datang
berkelompok-kelompok?” (An-Naba’: 18)
“Wahai Mu’adz,
engkau bertanya tentang sesuatu yang besar,” jawab Rasulullah saw. Kedua mata
beliau yang mulia pun mencucurkan air mata. Beliau melanjutkan sabdanya.
“Ada sepuluh
golongan dari umatku yang akan dikumpulkan pada Hari Kiamat nanti dalam keadaan
yang berbeda-beda. Allah memisahkan mereka dari jama’ah kaum muslimin dan akan
menampakkan bentuk rupa mereka (sesuai dengan amaliyahnya di dunia). Di antara
mereka ada yang berwujud kera; ada yang berwujud babi; ada yang berjalan
berjungkir-balik dengan muka terseret-seret; ada yang buta kedua matanya, ada
yang tuli, bisu, lagi tidak tahu apa-apa; ada yang memamah lidahnya sendiri
yang menjulur sampai ke dada dan mengalir nanah dari mulutnya sehingga jama’ah
kaum muslimin merasa amat jijik terhadapnya; ada yang tangan dan kakinya dalam
keadaan terpotong; ada yang disalib di atas batangan besi panas; ada yang aroma
tubuhnya lebih busuk daripada bangkai; dan ada yang berselimutkan kain yang
dicelup aspal mendidih.”
“Mereka yang
berwajah kera adalah orang-orang yang ketika di dunia suka mengadu domba di
antara manusia. Yang berwujud babi adalah mereka yang ketika di dunia gemar
memakan barang haram dan bekerja dengan cara yang haram, seperti cukai dan uang
suap.”
“Yang berjalan
jungkir-balik adalah mereka yang ketika di dunia gemar memakan riba. Yang buta
adalah orang-orang yang ketika di dunia suka berbuat zhalim dalam memutuskan
hukum. Yang tuli dan bisu adalah orang-orang yang ketika di dunia suka ujub
(menyombongkan diri) dengan amalnya.”
“Yang memamah
lidahnya adalah ulama dan pemberi fatwa yang ucapannya bertolak-belakang dengan
amal perbuatannya. Yang terpotong tangan dan kakinya adalah orang-orang yang
ketika di dunia suka menyakiti tetangganya.”
“Yang disalib di
batangan besi panas adalah orang yang suka mengadukan orang lain kepada
penguasa dengan pengaduan batil dan palsu. Yang tubuhnya berbau busuk melebihi
bangkai adalah orang yang suka bersenang-senang dengan menuruti semua syahwat
dan kemauan mereka tanpa mau menunaikan hak Allah yang ada pada harta mereka.”
“Adapun orang
yang berselimutkan kain yang dicelup aspal mendidih adalah orang yang suka
takabur dan membanggakan diri.” (HR. Qurthubi)